Padang lapang untuk gembalakan jejakjejak jiwaku itu
adalah hidupmu. Serumpun embun, ilalang ranum, bungabunga perdu, kemerisik
sepi, percik api dan setumpuk album kenangan bersampulkan rindu.
Rayakan cinta menyemai gairahnya. Wajahmu
menyemburkan cahaya. Bulan di atas savana. Aku menjelma rusa, dengan tanduk
bercabang doadoa kupanjatkan. Senyummu melambung di angkasa.
Rangkum sejuta makna ke dalam satu tanda. Tatapan
kita puisi tanpa jeda. Tatap penuh kenang dan perlambang. Bertumbuh pokokpokok
akasia yang daundaunnya menyimpan angin dan hujan, tempat berselindung gemuruh
dan kicau burungburung.
Kecemasan luruh dalam hembusan debu yang meniada.
Kita pun menjerit tawa, senyap hanyalah tanda koma saat matahari pamit dari
cakrawala. Ketika ia persembahkan malam untuk kita berdua saja. Dengarlah applause
serangga senja, panggung temaram menyala keemasan. Sebuah pekik kagum, seperti
selalu bisikbisikku pada anggunmu.
Bulumatamu sebaris ilalang yang terbakar.
Mengurungku dalam pijar, melalap seluruh tatapan, pikiran dan imajinasiku.
Tinggal abu yang disebut puisi.
Gemuruh angin di celah tenda seperti serangkaian
ketukan lembut jantungmu menembus dada. Kupeluk kamu sayang, kau mengunciku
dengan himpitan rindu tanpa tara. Rerumputan mengaduh lembut di bawah keringat
baramu. Venus dan yupiter memancar riang di kedua matamu. Senyum menggantung
indah tepat di atas dagumu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar